Rabu, 13 April 2016

                

Guntur Oh Guntur

Setelah  mencoba melakukan itinerary dan  mengambil  voting akhirnya go up kali ini  kita tidak jadi  mendaki ke cikuray, faktor yang  utama adalah cuaca. Musim hujan yang tak berkesudahan   sampai awal april tahun ini membuatku berpikir dua kali untuk melakukan sebuah pendakian dengan ketinggian   2821 MDPL,jalur pendikian  yang licin, cuaca buruk, hypothermia,stamina dan tentunya keselamatan murid murid ku yang aku utamakan. Akhirnya  diputuskan  untuk mendaki gunung  Guntur, gunung yang terlihat gersang  tapi sangat menantang kalau kita lihat dari Cipanas Garut.
                Hari pendakian pun tiba, hari ini adalah hari kamis, hari terakhir pelaksanaan Ujian Nasional di sekolahku, dari siang aku sudah sibuk  mempersiapkan segalanya, peralatan dan perlengkapan yang wajib di bawa. Prinsip ini selalu aku pegang teguh,aku berusaha meminimalisasi  semua faktor yang  bisa menghambat pendakian, ini penting, banyak pelajaran dan pengalaman yang bisa kita lihat,bahwa banyak  musibah terjadi di atas sana bahwa salah satu penyebabnya adalah kurang nya  persiapan pendakian yang optimal, aku masih teringat  tentang seorang pendaki yang meninggal di gunung Gede Pangrango hanya karena anggota team nya gak ada yang bawa P3K dan gak tau cara menangani hypothermia, lalu pendaki yang meninggal di gunung Rinjani karena nekad mendaki di tengah  cuaca buruk dan kehabisan bekal, banyak sekali kejadian yang aku pikir  mereka mendaki tanpa persiapan sama sekali , hanya bermodal nekad dan tak memperhitungkan  kondisi di luar sana, di atas sana kita gak pernah tahu  apa yang bakalan terjadi, tapi setidaknya kita sudah ber ikhtiar  dan bersiap diri dengan segala kemungkinannya. Setelah sholat maghrib kita pun menuju terminal Cicaheum Bandung, gak perlu waktu lama ternyata sudah ada elf yang menunggu di luar terminal, tidak sampai dua jam kita pun sudah sampai di SPBU Tanjung, SPBU yang jadi meeting point untuk para pendaki di Garut. Malam itu kita habiskan untuk makan malam  dan beristirahat buat pendakian esok paginya. Oya, sejak kedatangan kita di SPBU ini sudah banyak calo calo yang nawarin kita buat nganterin ke pos  pendaftaran , tapi kita tolak karena  sesuai dengan rencana bahwa memang malam ini kita mau istirahat dulu baru selepas subuh baru  start memulai perjalanan. Tapi sepanjang malam itu  calo calo terus saja datang, perasaan sudah mulai tidak nyaman tapi aku juga tidak tega membangunkan anak anak  yang mulai tertidur untuk segera bangun lagi dan melanjutkan perjalanan. Puncaknya adalah pada saat selepas sholat subuh, salah seorang calo yang tiba tiba datang dengan cara yang sedikit kasar dan memaksa kita untuk nganterin ke pos, kalau menuruti hawa nafsu  bisa saja di SPBU itu terjadi sedikit “insiden”, tapi  aku lebih memilih untuk menjaga kondisi mood pagi itu, jangan sampai suasana pendakian jadi  rusak  hanya gara gara masalah itu. Untungnya pada saat itu tim udah berkemas, gak memerlukan waktu lama kita pun memulai perjalanan ke pos pendaftaran. Suasana  pagi yang  masih segar kita pun menembus desa Citiis yang masih sepi, perlahan semburat biru dan jingga menghiasi ufuk timur di sana, siluet pegunungan pun akhirnya menghiasi  perjalanan kita, entah karena terlalu asyik dengan perjalanan atau apa,tidak sampai 40 menit an kita pun  sudah mendekati pos pendaftaran, tidak sebanding dengan harga yang ditawarkan  “oknum” calo calo di SPBU tadi, Rp.200.000 sampai pos pendaftaran :D.
                Dan  pagi itu kita di permudah, sebuah truk pengangkut pasir lewat, dan kita pun diperbolehkan menumpang sampai penambangan. Sebelum kita naik aku sempat bilang ke sopir “mang bade ngiring ka penambangan tapi  dugi ka pos pendaftaran antosan sakedap kumargi abi bade daftar heula “(mang,kami mau ikut sampai penambangan,tapi ketika sampai di pos pendaftaran tolong tunggu sebentar karena saya akan daftar dulu),sopir  pun bilang tapi “ulah lami nyak” (iya tapi jangan lama), sampai pos pendaftaran pun aku turun,tapi kok truk itu malah jalan,aku pikir sopir itu mau meminggirkan kendaraan nya,tapi kok malah jalan terus,lho kok aku di tinggalin,anak anak  yang di atas truk pun bengong mesti ngapain….
                Setelah registrasi aku gak harus berbuat apa, aku gak tau anak anaku dibawa kemana?,ke sebelah mana?,jalur mana?,kacau!. Untungnya  di depan pos pendaftaran  ada truk yang sudah siap siap lagi buat ngangkut pasir , aku pun ikut  karena aku pikir jalur pengangkut pasir ini pasti sama dan aku akan bertemu dengan anak anak lagi.  Sekitar  tiga puluh  menit an truk pun berhenti di sebuah penambangan, tapi kok gak ada anak anak?, di sebelah atas atas ada jalur pendakian lewat padang terbuka, turun ke kiri sedikit  juga ada jalur pendakian lewat curug Citiis, aku harus mencari mereka  dan memilih yang  jalur mana?sedangkan aku baru di beri peta di pos pendaftran ,sedangkan anak anak  kan tidak  ada yang mempunyai peta, coba ku telphon tapi ternyata tidak ada jaringan, gimana ini?,panik pun mulai melanda. Aku berusaha tenang, berdoa, dan mencoba berorientasi  dan berspekulasi pada jalur dimana kemungkinan anak anak  berada. Setelah sekitar  tiga puluh menitan truk  yang aku tumpangi  tadi  pun selesai mengangkut kerikil, ternyata truk itu mau ke arah atas lagi untuk menambang pasir, alhamdulillah di permudah, aku pun menaikinya lagi, sejujurnya aku pun gak tau mau di bawa kemana. Dengan hanya satu jalur truk terus menderu menaiki bukit demi bukit di Guntur ini, tepat di tengah perjalanan tiba tiba terdengar suara “bapaaaakkk…”,leganya ternyata anak anak sedang menunggu disitu, mereka pun akhirnya ikut naik lagi ke dalam truk,senangnya bisa bersama mereka lagi:D. Perjalanan pun dilanjutkan,aku kagum  dengan kecekatan sang sopir  dalam mengendalikan truk ini, dengan view kota Garut perjalanan ini terasa sangat indah,tapi  berbanding kontras ketika melihat ke bawah jalur track truck ini pas sekali dengan jurang yang ada di kanan kiri jalan, telat mengoper persneling ,teledor  dan rem blong akan cukup membuat kita menjadi headline surat kabar lokal besok pagi. Anak anak pun sepanjang perjalanan teriak teriak, entah senang ataupun ketakutan,yang aku rasakan di antara teriakan teriakan itu adalah  perutku tiba tiba terasa  mual, perjalanan di truk ini  sungguh mengalahkan  sensasi  menaiki  rollercoaster  jahanam  di Dunia Pantasy  sana, tapi perjalanan menaiki truk ini mungkin akan menjadi best moment  yang  tak terlupakan  ketika menaiki gunung ini.
                Setelah turun dari truck dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal perjalanan pun dilanjutkan, dari tempat pemberhentian truck sudah ada anak panah untuk  melalui jalur track Citiis. Kami pun melanjutkan  melewati  sungai Citiis , anak anak pun melangkah duluan  dan aku sebagai tim penyisir alias paling belakang. Oya, sebelum aku melangkah ternyata sopir truck mendekati  dan  mengajak  ngobrol terlebih dahulu, aku pun mencoba bernegosiasi  agar pulangnya bisa naik truck kembali,tapi beliau hanya menyanggupi hanya beberapa orang yang bisa terangkut di karenakan selepas dari atas tentunya truck sudah bermuatan batu dan pasir. Aku pun mulai melangkah, baru beberapa meter aku bertemu jalur buntu, jalan setapak yang sudah  diberi pagar bambu,salah jalan!,aku pun kembali lagi ke bawah dan mencoba melangkah melewati jalan setapak  yang lain,sepi,sepi sekali,tak ada suara apapun,setelah sekitar sepuluh menit an tiba tiba muka ku menabrak sarang laba laba, berarti aku salah jalan lagi, lalu anak anak lewat jalur mana?kucoba memanggil tapi tak ada jawaban, HT pun sepertinya tidak berfungsi karena hutan nya terlalu rapat, pikiranku kacau, kejadian ini hampir sama ketika di rakutak dulu, aku berusaha untuk tenang  mataku  terkonsentrasi pada kemungkinan jejak sepatu yang tertinggal,tapi karena pada saat itu kontur tanahnya lembab jejak itu sulit aku kenali. Aku pun  berputar arah  kembali ke track awal dimana bertemu dengan pagar bambu, kucoba untuk terus melangkah mencari kemungkinan kemungkinan yang lain, ternyata setelah itu  ada sebuah jalur menuju ke atas, lega rasanya karena  bisa menemukan jalur  pendakian. Sepanjang perjalanan aku sendiri saat itu, entah anak anak yang terlalu cepat atau aku yang terlalu lambat, aku hanya merasa sendiri saat itu,tak ada orang lain selain aku, hanya ditemani suara angin yang bergesekan dengan dedaunan. Sekitar tiga puluh menit berjalan baru aku bertemu kembali dengan anak anak di pos satu, bukan pos sih sebenarnya  hanya beberapa warung  kosong yang tidak ada penghuninya, kita pun break sekitar empat puluh menit an untuk sarapan pagi. Selanjutnya perjalanan dari pos satu ke pos dua bisa terbilang perjalanan santai dan banyak sekali bonus nya alias track tidak selalu menanjak, kita pun disini berjalan bersama dengan tiga orang  pendaki dari Cilegon, inilah enaknya di gunung,kita gampang sekali akrab dengan orang lain.
                Dari pos dua hingga pos tiga baru deh track nanjak yang sesungguhnya, batu batu besar terhampar di jalur pendakian, butuh kehati hatian dalam memilih pijakan, mungkin ini bisa dibilang kawe satu nya gunung Rakutak tapi enaknya disini bila kita lihat kebelakang kita sudah bisa melihat pemandangan view kota garut sepanjang jalur perjalanan,beda dengan Rakutak,yang ada di  kiri kanan hutan lebat,gelap lagi. Sekitar jam sepuluh an akhirnya kita tiba di pos tiga Pamulangan, disana sudah ada volunteer gunung Guntur dan kita pun diwajibkan lapor terlebih dahulu, mereka menyambut  kita dengan keramahan dan senyuman, baru beberapa menit disitu kita pun sudah akrab, kita pun diberi informasi  dan kondisi tentang  puncak Guntur,termasuk juga antisipasi tentang maling yang udah sangat terkenal di gunung guntur ini, kita pun diperbolehkan menaiki puncak guntur tapi dengan garis bawah harus melihat kondisi cuaca terlebih dahulu. Akhirnya kita putuskan  break selama tiga jam untuk menunggu perkembangan cuacanya, tapi ya namanya juga di gunung, cuacanya susah  sekali di tebak, terkadang cerah,tiba tiba berawan,bahkan hanya dalam waktu hitungan menit terkadang puncak guntur yang awalnya sangat jelas tiba tiba sudah tertutup oleh kabut.
                Setelah selesai sholat dan packing tepat jam satu siang kita putuskan untuk naik ke puncak satu dan kita pun  meminta izin  kepada volunteer di sana. Tapi ternyata kita tidak di izinkan untuk nge camp di puncak satu, mereka hanya mengizinkan kita untuk menaiki puncak satu  itu pun yang dibawa hanya barang seperlunya saja (lalu siapa yang bakalan bertanggung jawab terhadap barang barang kita dibawah?) sedangkan di Guntur ini kan  terkenal banget sama bangsat bangsat nya, kita pun di pos volunteer itu diperlihatkan foto foto kejadian  di puncak guntur,ada yang kepalanya bolong lah,lebam,kaki patah,hypothermia,(sumpah,ngeri juga),tapi ada satu alasan yang aku pahami kenapa  mereka tidak mengizinkan kita nge camp di puncak satu,alasannya simple,kalo kita ngecamp ke puncak satu otomatis perjalanan akan semakin sulit,dengan jalur track yang berubah menjadi pasir kerikil tentunya track akan semakin licin,apalagi dengan beban kita menahan carier,kalo ternyata kita kenapa kenapa kita akan lebih mudah di evakuasi,berbeda kalau kita banyak membawa beban,itu akan semakin menyusahkan proses evakuasi. Alasan yang sangat logis dan masuk akal, tapi kalau melihat beberapa blog, kok mereka bisa ya bikin tenda di puncak satu,apakah itu manipulasi adobe photoshop?.
                Kecewa pastinya, tapi mau gimana lagi,kita juga gak bisa nekad. Akhirnya kita ambil jalan tengah, malam ini kita nge camp di pos tiga, setelah itu jam tiga pagi kita summit attack. Setelah memilih tempat yang view nya bagus  kita pun memulai mendirikan tenda, baru berdiri satu  dari tiga tenda  tiba tiba cuaca berubah menjadi gelap dan tak lama hujan pun  turun dengan amat sangat derasnya, masalah baju basah  sudah biasa,tapi ada yang paling dipikirin,selamatkan kamera!(dasar photographer). Tenda tenda yang belum sempat berdiri pun tergenang air,semuanya belum sempat ada yang menggunakan jas hujan,semuanya basah,untungnya ada kain sepanduk  bekas pameran Art Attack Imagination di dago tahun kemarin yang bisa nutupin tas tas kita. Oya, hujan disini beda banget sama hujan di kota,serasa air kulkas yang di tumpahin tapi dikasih efek kipas angin khas pegunungan,dingin browh,di bawah guyuran hujan  aku pun sempat berpikir,apa jadi nya ya kalo kita saat itu nekad ke puncak satu,mungkin ketika ditengah perjalanan kita langsung dihantam hujan,dan kebayang kan jalur pasir berkerikil di timpa air,pasti super licin,apalagi ditambah mata pedih terkena air, mau lanjut ke atas puncaknya tertutup kabut,mau turun ke bawah lagi pun pasti  juga beresiko, tidak bisa aku bayangkan (trimakasih Ya Allah Engkau mudahkan perjalanan kami). Setelah satu jam akhirnya berhenti,acara beres beres dan  mendirikan tenda pun dimulai kembali,tapi aneh ketika kami mulai mendirikan tenda tiba tiba cuaca menjadi cerah kembali,kulit kami yang tadi nya keriput  kedinginan menjadi hangat kembali,subhanallah alhamdulillah. Setelah menempuh perjalanan dan  kehujanan di putuskan lah untuk  memasak karena saat itu kami benar benar kelaparan, dan sore itu di punggung gunung Guntur,dengan background view kota Garut,kita pun bersama sama menikmati nasi hangat,sambal,ayam suir dan sosis goreng,nikmat.
                Selepas menunaikan sholat maghrib tak banyak yang bisa dilakukan,setelah membagi piket jaga malam aku pun mempersilahkan anak anak ku untuk melakukan summit attack pada ke esokan harinya dan aku menawarkan untuk tetap dibawah menjaga barang barang mereka,tapi entahlah ternyata tidak ada yang tertarik untuk naik ke puncak satu,mungkin dengan hanya berada disini ,tidur beratapkan langit dan  ber jendela citylight sudah mampu untuk membuat semua orang bahagia malam itu, dan seperti biasa, malam itu di pelukan Guntur, dengan pemandangan lampu kota,semua orang terlena dengan khayalannya sendiri.
                Sunrise yang kita nanti ternyata tak sedahsyat kemarin pagi,sisa mendung semalam masih menggantung menghalangi sang mentari di ufuk timur sana,tapi kita selalu tetap kita syukuri,kita melihat mentari di sini,di tanah lembab bersama rumput  ilalang yang menari di tiup angin pagi bukan di atas motor atau di dalam angkutan kota di antara kemacetan pagi hari  dengan bunyi klakson di sana sini. Di antara senyuman senyuman, foto selfi, sang chef pun beraksi,menu pagi ini adalah nasi liwet, ikan asin, sosis dan nugget,kita pun sepakat bahwa menu masakan di ekspedisi kali ini memang  yang ter enak di antara acara pendakian pendakian sebelumnya,mengalahkan menu Rakutak dan tentunya jauh dengan rasa nasi goreng nya “chef Hambarpisanedunelinggilabingitz” di gunung Puntang kemarin.
                Setelah berkemas dan berfoto bersama,perjalanan turun pun dimulai, perjalanan ini semakin santai karena beban berat carier kita berkurang. Di tengah perjalanan pun  kita berpapasan dengan puluhan pendaki lain,saling bertegur sapa,sedikit canda pun mampu  meredam panasnya matahari siang itu. Salah satu anggota team kaki nya terseleo dan harus di gendong secara estafet sampai pos pendaftaran,belum lagi dua anggota team terdepan jalan nya terlalu jauh sehingga meninggalkan team yang lain, ternyata di setiap perjalanan selalu mempunyai cerita ya, di sini membuktikan bahwa di setiap pendakian  untuk menjadi yang tercepat bukanlah sebagai tujuan,tapi yang lebih penting adalah kebersamaan,mau berbagi,saling membantu adalah salah satu bagian cerita yang tak akan pernah terlupakan. Perjalanan pulang ini ternyata memakan waktu lebih lama di karenakan  kita tidak bisa memotong aliran sungai seperti kemarin, menurut obrolan ternyata hujan besar kemarin membuat sebagian jalur track terputus dan tak bisa dilewati. Sampai di pos pendaftaran  kita “terpaksa” break sejenak,karena ternyata  tanpa disadari kita sudah masuk ke dalam perangkap,kita sudah terkena tipu  sihir,terhipnotis,pelakunya tak lain adalah mang - mang tukang es campur yang sudah dari awal mengedipkan mata nya,tanpa harus membuat rapat paripurna dan membuat voting tampaknya semua team setuju  dan sepakat bahwa pada siang yang terik itu di depan pos pendaftaran Guntur semangkok es campur sangat menyegarkan melebihi  kecantikan model cantik yang terpampang di belakang buku teka teki silang. Bada dzuhur kita sudah sampai di jalan besar,setelah menunggu setengah jam akhirnya kita mendapatkan bis tiga per empat,ber ase  lagi,serasa masuk kedalam lemari es raksasa,nikmat luar biasa. Ketika memasuki Bandung ternyata kita  disambut dengan hujan deras, di balik kaca bis  kita  kita hanya bisa melihat jalan yang terendam banjir, pikiran pun mengingatkan kembali pada hujan deras di pos tiga kemarin sore,kilat dan guntur yang seakan berlomba berlari mampu membangkitkan memory perjalanan ini,guntur yang selalu penuh cerita,mungkin aku akan kembali kesana,untuk tidur  dipangkuanmu lagi dan menceritakan tentang kisahku pada anak cucu ku nanti….

Note:
  • Menurut  volunteer Guntur,untuk menghindari calo calo di SPBU Tanjung kalo dari Bandung lebih baik  turun sekitar lima puluh meter an setelah SPBU tepatnya di Sanggar Bambu,di situ ada baca an “kawasan wajib senyum”,nah disitu  warga nya ramah ramah kalau mau mereka juga dapat diminta buat nganterin ke pos pendaftaran dan tentunya dengan harga yang sangat masuk akal.
  • Menaiki truk pasir dapat memangkas setengah perjalanan,kalau ada budget berilah sopirnya sedikit ridzky,mereka udah seneng banget.
  • Pos tiga rawan maling,lebih baik mendirikan tenda di dekat pos volunteer,kalu ingin lebih aman buatlah piket jaga malam.


  


view penambangan pasir 


                                                      bekas penambangan pasir


camp di pos III,(tanahnya memang miring)


Puncak I dimalam hari


citylight dari Pos III


searching milkyway


citylight di Pos III


View gunung Galunggung dari Pos III


Situ Bagendit


Full team


Sisa hujan deras kemarin sore ternyata membuat banjir jalur pendakian pada ke esokan hari nya.


aku