Guntur Oh Guntur
Setelah mencoba melakukan itinerary dan mengambil voting akhirnya go up kali ini kita tidak
jadi mendaki ke cikuray, faktor
yang utama adalah cuaca. Musim hujan
yang tak berkesudahan sampai awal april tahun ini membuatku berpikir
dua kali untuk melakukan sebuah pendakian dengan ketinggian 2821 MDPL,jalur pendikian yang licin, cuaca buruk, hypothermia,stamina
dan tentunya keselamatan murid murid ku yang aku utamakan. Akhirnya diputuskan
untuk mendaki gunung Guntur,
gunung yang terlihat gersang tapi sangat
menantang kalau kita lihat dari Cipanas Garut.
Hari
pendakian pun tiba, hari ini adalah hari kamis, hari terakhir pelaksanaan Ujian
Nasional di sekolahku, dari siang aku sudah sibuk mempersiapkan segalanya, peralatan dan
perlengkapan yang wajib di bawa. Prinsip ini selalu aku pegang teguh,aku
berusaha meminimalisasi semua faktor
yang bisa menghambat pendakian, ini
penting, banyak pelajaran dan pengalaman yang bisa kita lihat,bahwa banyak musibah terjadi di atas sana bahwa salah satu
penyebabnya adalah kurang nya persiapan pendakian
yang optimal, aku masih teringat tentang
seorang pendaki yang meninggal di gunung Gede Pangrango hanya karena anggota
team nya gak ada yang bawa P3K dan gak tau cara menangani hypothermia, lalu
pendaki yang meninggal di gunung Rinjani karena nekad mendaki di tengah cuaca buruk dan kehabisan bekal, banyak sekali
kejadian yang aku pikir mereka mendaki
tanpa persiapan sama sekali , hanya bermodal nekad dan tak memperhitungkan kondisi di luar sana, di atas sana kita gak
pernah tahu apa yang bakalan terjadi,
tapi setidaknya kita sudah ber ikhtiar
dan bersiap diri dengan segala kemungkinannya. Setelah sholat maghrib
kita pun menuju terminal Cicaheum Bandung, gak perlu waktu lama ternyata sudah
ada elf yang menunggu di luar terminal, tidak sampai dua jam kita pun sudah
sampai di SPBU Tanjung, SPBU yang jadi meeting
point untuk para pendaki di Garut. Malam itu kita habiskan untuk makan
malam dan beristirahat buat pendakian
esok paginya. Oya, sejak kedatangan kita di SPBU ini sudah banyak calo calo
yang nawarin kita buat nganterin ke pos pendaftaran , tapi kita tolak karena sesuai dengan rencana bahwa memang malam ini
kita mau istirahat dulu baru selepas subuh baru
start memulai perjalanan. Tapi
sepanjang malam itu calo calo terus saja
datang, perasaan sudah mulai tidak nyaman tapi aku juga tidak tega membangunkan
anak anak yang mulai tertidur untuk
segera bangun lagi dan melanjutkan perjalanan. Puncaknya adalah pada saat
selepas sholat subuh, salah seorang calo yang tiba tiba datang dengan cara yang
sedikit kasar dan memaksa kita untuk nganterin ke pos, kalau menuruti hawa
nafsu bisa saja di SPBU itu terjadi
sedikit “insiden”, tapi aku lebih
memilih untuk menjaga kondisi mood pagi itu, jangan sampai suasana pendakian
jadi rusak hanya gara gara masalah itu. Untungnya pada
saat itu tim udah berkemas, gak memerlukan waktu lama kita pun memulai
perjalanan ke pos pendaftaran. Suasana
pagi yang masih segar kita pun
menembus desa Citiis yang masih sepi, perlahan semburat biru dan jingga
menghiasi ufuk timur di sana, siluet pegunungan pun akhirnya menghiasi perjalanan kita, entah karena terlalu asyik
dengan perjalanan atau apa,tidak sampai 40 menit an kita pun sudah mendekati pos pendaftaran, tidak
sebanding dengan harga yang ditawarkan
“oknum” calo calo di SPBU tadi, Rp.200.000 sampai pos pendaftaran :D.
Dan pagi itu kita di permudah, sebuah truk
pengangkut pasir lewat, dan kita pun diperbolehkan menumpang sampai penambangan.
Sebelum kita naik aku sempat bilang ke sopir “mang bade ngiring ka penambangan
tapi dugi ka pos pendaftaran antosan
sakedap kumargi abi bade daftar heula “(mang,kami mau ikut sampai
penambangan,tapi ketika sampai di pos pendaftaran tolong tunggu sebentar karena
saya akan daftar dulu),sopir pun bilang
tapi “ulah lami nyak” (iya tapi jangan lama), sampai pos pendaftaran pun aku
turun,tapi kok truk itu malah jalan,aku pikir sopir itu mau meminggirkan
kendaraan nya,tapi kok malah jalan terus,lho kok aku di tinggalin,anak
anak yang di atas truk pun bengong mesti
ngapain….
Setelah
registrasi aku gak harus berbuat apa, aku gak tau anak anaku dibawa kemana?,ke sebelah
mana?,jalur mana?,kacau!. Untungnya di
depan pos pendaftaran ada truk yang
sudah siap siap lagi buat ngangkut pasir , aku pun ikut karena aku pikir jalur pengangkut pasir ini
pasti sama dan aku akan bertemu dengan anak anak lagi. Sekitar
tiga puluh menit an truk pun
berhenti di sebuah penambangan, tapi kok gak ada anak anak?, di sebelah atas
atas ada jalur pendakian lewat padang terbuka, turun ke kiri sedikit juga ada jalur pendakian lewat curug Citiis,
aku harus mencari mereka dan memilih yang jalur mana?sedangkan aku baru di beri peta di
pos pendaftran ,sedangkan anak anak kan
tidak ada yang mempunyai peta, coba ku
telphon tapi ternyata tidak ada jaringan, gimana ini?,panik pun mulai melanda.
Aku berusaha tenang, berdoa, dan mencoba berorientasi dan berspekulasi pada jalur dimana
kemungkinan anak anak berada. Setelah
sekitar tiga puluh menitan truk yang aku tumpangi tadi
pun selesai mengangkut kerikil, ternyata truk itu mau ke arah atas lagi
untuk menambang pasir, alhamdulillah di permudah, aku pun menaikinya lagi,
sejujurnya aku pun gak tau mau di bawa kemana. Dengan hanya satu jalur truk
terus menderu menaiki bukit demi bukit di Guntur ini, tepat di tengah
perjalanan tiba tiba terdengar suara “bapaaaakkk…”,leganya ternyata anak anak
sedang menunggu disitu, mereka pun akhirnya ikut naik lagi ke dalam
truk,senangnya bisa bersama mereka lagi:D. Perjalanan pun dilanjutkan,aku
kagum dengan kecekatan sang sopir dalam mengendalikan truk ini, dengan view
kota Garut perjalanan ini terasa sangat indah,tapi berbanding kontras ketika melihat ke bawah
jalur track truck ini pas sekali dengan jurang yang ada di kanan kiri jalan,
telat mengoper persneling ,teledor dan
rem blong akan cukup membuat kita menjadi headline
surat kabar lokal besok pagi. Anak anak pun sepanjang perjalanan teriak teriak,
entah senang ataupun ketakutan,yang aku rasakan di antara teriakan teriakan itu
adalah perutku tiba tiba terasa mual, perjalanan di truk ini sungguh mengalahkan sensasi
menaiki rollercoaster jahanam
di Dunia Pantasy sana, tapi
perjalanan menaiki truk ini mungkin akan menjadi best moment yang tak terlupakan ketika menaiki gunung ini.
Setelah
turun dari truck dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal perjalanan pun
dilanjutkan, dari tempat pemberhentian truck sudah ada anak panah untuk melalui jalur track Citiis. Kami pun
melanjutkan melewati sungai Citiis , anak anak pun melangkah
duluan dan aku sebagai tim penyisir
alias paling belakang. Oya, sebelum aku melangkah ternyata sopir truck
mendekati dan mengajak
ngobrol terlebih dahulu, aku pun mencoba bernegosiasi agar pulangnya bisa naik truck kembali,tapi
beliau hanya menyanggupi hanya beberapa orang yang bisa terangkut di karenakan
selepas dari atas tentunya truck sudah bermuatan batu dan pasir. Aku pun mulai
melangkah, baru beberapa meter aku bertemu jalur buntu, jalan setapak yang
sudah diberi pagar bambu,salah
jalan!,aku pun kembali lagi ke bawah dan mencoba melangkah melewati jalan
setapak yang lain,sepi,sepi sekali,tak
ada suara apapun,setelah sekitar sepuluh menit an tiba tiba muka ku menabrak
sarang laba laba, berarti aku salah jalan lagi, lalu anak anak lewat jalur
mana?kucoba memanggil tapi tak ada jawaban, HT pun sepertinya tidak berfungsi
karena hutan nya terlalu rapat, pikiranku kacau, kejadian ini hampir sama
ketika di rakutak dulu, aku berusaha untuk tenang mataku
terkonsentrasi pada kemungkinan jejak sepatu yang tertinggal,tapi karena
pada saat itu kontur tanahnya lembab jejak itu sulit aku kenali. Aku pun berputar arah
kembali ke track awal dimana bertemu dengan pagar bambu, kucoba untuk
terus melangkah mencari kemungkinan kemungkinan yang lain, ternyata setelah
itu ada sebuah jalur menuju ke atas,
lega rasanya karena bisa menemukan
jalur pendakian. Sepanjang perjalanan
aku sendiri saat itu, entah anak anak yang terlalu cepat atau aku yang terlalu
lambat, aku hanya merasa sendiri saat itu,tak ada orang lain selain aku, hanya
ditemani suara angin yang bergesekan dengan dedaunan. Sekitar tiga puluh menit
berjalan baru aku bertemu kembali dengan anak anak di pos satu, bukan pos sih
sebenarnya hanya beberapa warung kosong yang tidak ada penghuninya, kita pun break sekitar empat puluh menit an untuk
sarapan pagi. Selanjutnya perjalanan dari pos satu ke pos dua bisa terbilang
perjalanan santai dan banyak sekali bonus nya alias track tidak selalu
menanjak, kita pun disini berjalan bersama dengan tiga orang pendaki dari Cilegon, inilah enaknya di
gunung,kita gampang sekali akrab dengan orang lain.
Dari
pos dua hingga pos tiga baru deh track nanjak yang sesungguhnya, batu batu
besar terhampar di jalur pendakian, butuh kehati hatian dalam memilih pijakan,
mungkin ini bisa dibilang kawe satu nya gunung Rakutak tapi enaknya disini bila
kita lihat kebelakang kita sudah bisa melihat pemandangan view kota garut sepanjang jalur perjalanan,beda dengan Rakutak,yang
ada di kiri kanan hutan lebat,gelap
lagi. Sekitar jam sepuluh an akhirnya kita tiba di pos tiga Pamulangan, disana
sudah ada volunteer gunung Guntur dan kita pun diwajibkan lapor terlebih
dahulu, mereka menyambut kita dengan
keramahan dan senyuman, baru beberapa menit disitu kita pun sudah akrab, kita
pun diberi informasi dan kondisi
tentang puncak Guntur,termasuk juga
antisipasi tentang maling yang udah sangat terkenal di gunung guntur ini, kita
pun diperbolehkan menaiki puncak guntur tapi dengan garis bawah harus melihat
kondisi cuaca terlebih dahulu. Akhirnya kita putuskan break
selama tiga jam untuk menunggu perkembangan cuacanya, tapi ya namanya juga di
gunung, cuacanya susah sekali di tebak,
terkadang cerah,tiba tiba berawan,bahkan hanya dalam waktu hitungan menit
terkadang puncak guntur yang awalnya sangat jelas tiba tiba sudah tertutup oleh
kabut.
Setelah
selesai sholat dan packing tepat jam
satu siang kita putuskan untuk naik ke puncak satu dan kita pun meminta izin
kepada volunteer di sana. Tapi ternyata kita tidak di izinkan untuk nge
camp di puncak satu, mereka hanya mengizinkan kita untuk menaiki puncak
satu itu pun yang dibawa hanya barang
seperlunya saja (lalu siapa yang bakalan bertanggung jawab terhadap barang
barang kita dibawah?) sedangkan di Guntur ini kan terkenal banget sama bangsat bangsat nya,
kita pun di pos volunteer itu diperlihatkan foto foto kejadian di puncak guntur,ada yang kepalanya bolong
lah,lebam,kaki patah,hypothermia,(sumpah,ngeri juga),tapi ada satu alasan yang
aku pahami kenapa mereka tidak
mengizinkan kita nge camp di puncak satu,alasannya simple,kalo kita ngecamp ke
puncak satu otomatis perjalanan akan semakin sulit,dengan jalur track yang
berubah menjadi pasir kerikil tentunya track akan semakin licin,apalagi dengan
beban kita menahan carier,kalo ternyata kita kenapa kenapa kita akan lebih
mudah di evakuasi,berbeda kalau kita banyak membawa beban,itu akan semakin menyusahkan
proses evakuasi. Alasan yang sangat logis dan masuk akal, tapi kalau melihat
beberapa blog, kok mereka bisa ya bikin tenda di puncak satu,apakah itu
manipulasi adobe photoshop?.
Kecewa
pastinya, tapi mau gimana lagi,kita juga gak bisa nekad. Akhirnya kita ambil
jalan tengah, malam ini kita nge camp di pos tiga, setelah itu jam tiga pagi
kita summit attack. Setelah memilih
tempat yang view nya bagus kita pun memulai mendirikan tenda, baru
berdiri satu dari tiga tenda tiba tiba cuaca berubah menjadi gelap dan tak
lama hujan pun turun dengan amat sangat
derasnya, masalah baju basah sudah
biasa,tapi ada yang paling dipikirin,selamatkan kamera!(dasar photographer).
Tenda tenda yang belum sempat berdiri pun tergenang air,semuanya belum sempat
ada yang menggunakan jas hujan,semuanya basah,untungnya ada kain sepanduk bekas pameran Art Attack Imagination di dago
tahun kemarin yang bisa nutupin tas tas kita. Oya, hujan disini beda banget
sama hujan di kota,serasa air kulkas yang di tumpahin tapi dikasih efek kipas
angin khas pegunungan,dingin browh,di bawah guyuran hujan aku pun sempat berpikir,apa jadi nya ya kalo
kita saat itu nekad ke puncak satu,mungkin ketika ditengah perjalanan kita
langsung dihantam hujan,dan kebayang kan jalur pasir berkerikil di timpa
air,pasti super licin,apalagi ditambah mata pedih terkena air, mau lanjut ke
atas puncaknya tertutup kabut,mau turun ke bawah lagi pun pasti juga beresiko, tidak bisa aku bayangkan (trimakasih
Ya Allah Engkau mudahkan perjalanan kami). Setelah satu jam akhirnya
berhenti,acara beres beres dan mendirikan
tenda pun dimulai kembali,tapi aneh ketika kami mulai mendirikan tenda tiba
tiba cuaca menjadi cerah kembali,kulit kami yang tadi nya keriput kedinginan menjadi hangat kembali,subhanallah
alhamdulillah. Setelah menempuh perjalanan dan
kehujanan di putuskan lah untuk
memasak karena saat itu kami benar benar kelaparan, dan sore itu di
punggung gunung Guntur,dengan background
view kota Garut,kita pun bersama sama menikmati nasi hangat,sambal,ayam
suir dan sosis goreng,nikmat.
Selepas
menunaikan sholat maghrib tak banyak yang bisa dilakukan,setelah membagi piket
jaga malam aku pun mempersilahkan anak anak ku untuk melakukan summit attack pada ke esokan harinya dan
aku menawarkan untuk tetap dibawah menjaga barang barang mereka,tapi entahlah
ternyata tidak ada yang tertarik untuk naik ke puncak satu,mungkin dengan hanya
berada disini ,tidur beratapkan langit dan
ber jendela citylight sudah
mampu untuk membuat semua orang bahagia malam itu, dan seperti biasa, malam itu
di pelukan Guntur, dengan pemandangan lampu kota,semua orang terlena dengan
khayalannya sendiri.
Sunrise yang kita nanti ternyata tak
sedahsyat kemarin pagi,sisa mendung semalam masih menggantung menghalangi sang
mentari di ufuk timur sana,tapi kita selalu tetap kita syukuri,kita melihat
mentari di sini,di tanah lembab bersama rumput
ilalang yang menari di tiup angin pagi bukan di atas motor atau di dalam
angkutan kota di antara kemacetan pagi hari
dengan bunyi klakson di sana sini. Di antara senyuman senyuman, foto
selfi, sang chef pun beraksi,menu pagi ini adalah nasi liwet, ikan asin, sosis
dan nugget,kita pun sepakat bahwa menu masakan di ekspedisi kali ini
memang yang ter enak di antara acara pendakian
pendakian sebelumnya,mengalahkan menu Rakutak dan tentunya jauh dengan rasa
nasi goreng nya “chef Hambarpisanedunelinggilabingitz” di gunung Puntang kemarin.
Setelah
berkemas dan berfoto bersama,perjalanan turun pun dimulai, perjalanan ini
semakin santai karena beban berat carier kita berkurang. Di tengah perjalanan
pun kita berpapasan dengan puluhan
pendaki lain,saling bertegur sapa,sedikit canda pun mampu meredam panasnya matahari siang itu. Salah
satu anggota team kaki nya terseleo dan harus di gendong secara estafet sampai
pos pendaftaran,belum lagi dua anggota team terdepan jalan nya terlalu jauh
sehingga meninggalkan team yang lain, ternyata di setiap perjalanan selalu
mempunyai cerita ya, di sini membuktikan bahwa di setiap pendakian untuk menjadi yang tercepat bukanlah sebagai
tujuan,tapi yang lebih penting adalah kebersamaan,mau berbagi,saling membantu
adalah salah satu bagian cerita yang tak akan pernah terlupakan. Perjalanan
pulang ini ternyata memakan waktu lebih lama di karenakan kita tidak bisa memotong aliran sungai seperti
kemarin, menurut obrolan ternyata hujan besar kemarin membuat sebagian jalur
track terputus dan tak bisa dilewati. Sampai di pos pendaftaran kita “terpaksa” break sejenak,karena ternyata
tanpa disadari kita sudah masuk ke dalam perangkap,kita sudah terkena
tipu sihir,terhipnotis,pelakunya tak
lain adalah mang - mang tukang es campur yang sudah dari awal mengedipkan mata
nya,tanpa harus membuat rapat paripurna dan membuat voting tampaknya semua team
setuju dan sepakat bahwa pada siang yang
terik itu di depan pos pendaftaran Guntur semangkok es campur sangat
menyegarkan melebihi kecantikan model
cantik yang terpampang di belakang buku teka teki silang. Bada dzuhur kita sudah
sampai di jalan besar,setelah menunggu setengah jam akhirnya kita mendapatkan
bis tiga per empat,ber ase lagi,serasa
masuk kedalam lemari es raksasa,nikmat luar biasa. Ketika memasuki Bandung
ternyata kita disambut dengan hujan
deras, di balik kaca bis kita kita hanya bisa melihat jalan yang terendam
banjir, pikiran pun mengingatkan kembali pada hujan deras di pos tiga kemarin
sore,kilat dan guntur yang seakan berlomba berlari mampu membangkitkan memory
perjalanan ini,guntur yang selalu penuh cerita,mungkin aku akan kembali
kesana,untuk tidur dipangkuanmu lagi dan
menceritakan tentang kisahku pada anak cucu ku nanti….
Note:
- Menurut volunteer Guntur,untuk menghindari calo calo di SPBU Tanjung kalo dari Bandung lebih baik turun sekitar lima puluh meter an setelah SPBU tepatnya di Sanggar Bambu,di situ ada baca an “kawasan wajib senyum”,nah disitu warga nya ramah ramah kalau mau mereka juga dapat diminta buat nganterin ke pos pendaftaran dan tentunya dengan harga yang sangat masuk akal.
- Menaiki truk pasir dapat memangkas setengah perjalanan,kalau ada budget berilah sopirnya sedikit ridzky,mereka udah seneng banget.
- Pos tiga rawan maling,lebih baik mendirikan tenda di dekat pos volunteer,kalu ingin lebih aman buatlah piket jaga malam.
view penambangan pasir
bekas penambangan pasir
camp di pos III,(tanahnya memang miring)
Puncak I dimalam hari
citylight dari Pos III
searching milkyway
citylight di Pos III
View gunung Galunggung dari Pos III
Situ Bagendit
Full team
Sisa hujan deras kemarin sore ternyata membuat banjir jalur pendakian pada ke esokan hari nya.
aku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar